At Tauhid edisi III/10
Oleh: Didik Suyadi
Salah satu hal yang memprihatinkan pada
diri kaum muslimin saat ini adalah jauhnya mereka dari ilmu agama.
Banyak di antara mereka yang tidak memiliki perhatian untuk mempelajari
agamanya. Akibatnya adalah apa yang tersebar di tengah-tengah kaum
muslimin pada saat ini, yaitu maraknya praktek-praktek ibadah yang
tidak sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Banyaknya acara yang diklaim sebagai bagian dari Islam, tetapi
sebenarnya Islam berlepas diri dari acara tersebut. Salah satu bentuk
acara yang beredar di masyarakat yang diklaim sebagai bagian dari Islam
adalah perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan sampai dikatakan sebagai salah satu hari besar agama Islam.
Sehingga kita jumpai setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal kalender yang ada di
negara kita berwarna merah yang menunjukkan hari libur.
Agama Islam telah Sempurna
Penting untuk diketahui oleh setiap kaum
muslimin bahwa agama Islam ini telah sempurna, sehingga tidak
membutuhkan tambahan ataupun pengurangan terhadap syari’at yang telah
ada. Segala sesuatu yang pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan bagian dari agama, maka pada hari ini juga merupakan bagian
dari agama. Dan segala sesuatu yang bukan bagian dari agama pada zaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pada zaman sekarang
juga bukan bagian dari agama ini. Ini merupakan kaidah penting yang
hendaknya dipahami oleh setiap muslim. Allah Ta’ala menyatakan tentang kesempurnaan agama Islam ini dalam firman-Nya yang artinya, “Pada
hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku
cukupkan nikmat-Ku untuk kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama bagi
kalian” (QS. Al Maaidah: 3).
Maulid Nabi bukan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Berdasarkan kaidah penting di atas, kita dapat menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan bagian dari agama Islam karena perayaan seperti tidak pernah ada pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan zaman para Sahabat radhiyallahu’anhum. Jika hal ini merupakan syari’at Allah Ta’ala, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melakukannya dan telah menyampaikan kepada umatnya. Akan tetapi,
karena Nabi tidak melakukannya dan juga tidak menyampaikan kepada
umatnya, maka kita dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa perayaan
tersebut bukan bagian dari agama Allah Ta’ala. Dan jika bukan bagian dari agama Allah Ta’ala, maka kita tidak boleh beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan hal tersebut. Karena Allah Ta’ala telah menetapkan cara-cara tertentu dalam ibadah, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagaimana mungkin kita -sebagai seorang hamba- membuat cara atau metode sendiri untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala? Sungguh, hal ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah Ta’ala
karena kita melaksanakan sesuatu dalam agama-Nya yang tidak berasal
dari-Nya. Selain itu, perbuatan tersebut secara tidak langsung telah
mendustakan firman Allah yang telah menyatakan kesempurnaan agama Islam.
Sehingga jika ada orang yang mengklaim bahwa perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk bagian dari kesempurnaan agama Islam dan diadakan setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ucapannya tersebut mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia tadi.
Maulid Nabi sebagai Ungkapan Cinta Rasul?!!
Sebagian orang mungkin mengklaim bahwa acara tersebut adalah sebagai ungkapan rasa cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita menjawab, apakah kecintaan mereka lebih besar daripada kecintaan para sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal sejarah telah membuktikan bahwa para sahabat adalah orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka rela mengorbankan harta, bahkan jiwa mereka untuk melindungi Nabi dan membantu dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lebih mendahulukan kecintaan mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dibandingkan kecintaan kepada diri dan keluarga mereka sendiri. Akan
tetapi, ketika Nabi masih hidup, bahkan setelah Nabi wafat, tidak ada
satu pun dari para sahabat yang merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pula dari generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada kebaikan dari perayaan tersebut. Seandainya
perayaan maulid Nabi merupakan kebaikan, tentu para sahabat, tabi’in,
dan tabi’ut tabi’in akan segera melakukannya. Karena mereka adalah
orang-orang yang paling bersegera dalam mengerjakan kebaikan. Atau
apakah kita menganggap bahwa diri kita lebih memiliki keutamaan
dibandingkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaksikan keutamaan mereka dengan sabdanya, ”Sebaik-baik
manusia adalah generasiku (generasi para sahabat), kemudian generasi
sesudahnya (generasi tabi’in), dan sesudahnya lagi (generasi tabi’ut
tabi’in)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pendiri Organisasi Islam Berbicara tentang Maulid Nabi
sumber : http://buletin.muslim.or.id/at-tauhid-tahun-iii/perayaan-maulid-nabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar