Oleh: Abu Abdillah Al-Kautsary
Ibadah merupakan perkara agung yang
diperintahkan Allah Ta’ala kepada setiap makhluknya. Karena tujuan utama
dibalik penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah…
Ibadah sendiri tidaklah terbatas pada
amalan fisik atau yang tampak semata sebagaimana shalat, zakat, puasa,
haji, dll. Akan tetapi ibadah juga menyangkut amalan amalan batin
seperti berharap, takut, tawakkal, nadzar, benci, cinta, dll. Karena
definisi ibadah sendiri adalah segala hal yang Allah Ta’ala cintai dan sukai baik dalam bentuk perkataan maupun amal perbuatan yang bersifat fisik/lahir maupun non-fisik/batin
Ibadah juga haruslah (1) diniatkan ikhlas kepada Allah saja dan (2) sesuai dengan yang rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam
contohkan. Keikhlasan itu sendiri akan terwujud dengan sempurna apabila
ditopang oleh 3 pilar penting, yaitu cinta, harap dan takut.
Cinta yang bernilai ibadah
Cinta tidak terbatas pada kasih sayang
dengan lawan jenis, tidak pula sebatas kasih sayang antara orang tua
dengan anak. Akan tetapi kecenderungan manusia kepada harta, jabatan dan
kedudukan juga termasuk dalam bentuk cinta. Cinta seperti ini merupakan
tabiat manusia. Seseorang tidak diganjar pahala atas kecintaan seperti
ini melainkan jika dilandasi dengan kecintaan kepada Allah dan
rasul-Nya.
Bahkan seseorang akan terkena ancaman
Allah jika bentuk cintanya yang bersifat tabiat mengalahkan kecintaannya
kepada Allah dan rasul-Nya sebagaimana firman Allah (yang artinya): “Katakanlah!
Apakah orang tuamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu,
keluargamu dan juga harta-harta yang kamu usahakan serta perdagangan
yang kamu takut rugi dan rumah-rumah yg kamu sukai lebih engkau cintai
dari Allah dan rasul-Nya dan juga jihad di jalan Allah. Maka tunggulah!
Hingga Allah memberi keputusan-Nya. Allah tidaklah memberi hidayah
kepada orang-orang yang berbuat fasik” (QS. At-Taubah: 24)
Sangatlah wajar apabila seseorang yang
sedang jatuh cinta, berusaha mencintai segala hal yang dicintai oleh
kekasihnya. Dan ia juga berusaha untuk menjauhi segala hal yang
menimbulkan rasa benci kekasihnya itu. Demikian pula halnya apabila kita
mengaku mencintai Allah maka sudah selayaknya bagi kita untuk ikut
cinta dengan segala yang Allah cintai dan benci terhadap segala yang
Allah benci. “Katakanlah (wahai muhammad): Jika kalian (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
Imran: 31).” Inilah bentuk cinta sejati dan bernilai paling tinggi.
Karena cinta seperti inilah yang akan mengundang kecintaan Allah kepada
kita dan ampunan-Nya atas dosa yang kita perbuat.
Harap dalam Ibadah
Harap yang termasuk dalam ibadah,
merupakan bentuk perasaan menginginkan atau mengidam-idamkan sesuatu
yang disukai. Di dalamnya terkandung rasa perendahan diri dan tunduk
yang hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Sehingga jika ditujukan
kepada selain Allah menyebabkan kesyirikan.
Harapan ada 2 macam: [1] Harap yang
terpuji. Sebagaimana orang yang mengharapkan ampunan dan surga dengan
menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Atau pelaku maksiat yang
berharap ampunan dengan tobatnya. [2] Harap yang tercela. Harapan yang
digantungkan seorang pelaku maksiat untuk mendapatkan ampunan Allah,
akan tetapi ia masih saja berkubang dalam kemaksiatannya.
Rasa harap itu terpuji jika diiringi usaha. Hal tersebut berdasarkan firman Allah (yang artinya): “Orang-orang yang beriman dan yang berhijrah serta berjihad di jalan Allah, merekalah orang-orang yang mengharap rahmat Allah, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 218) Ibnul-Qayim berkata : “Orang-orang yang arif sepakat bahwa tidaklah sempurna rasa harap tanpa adanya usaha.” (Madarijus-Salikin : 2/35)
Takut yang bernilai ibadah
Takut adalah kondisi psikis yang timbul karena perasaan khawatir tertimpa bahaya atau celaka. Takut sendiri ada bermacam-macam:
[1] Takut yang merupakan tabiat, seperti
takut kepada binatang buas seperti ular, harimau, dll dan takut kepada
musuh dalam perang, ini semua bukan termasuk takut yang tercela. Hal ini
wajar ada dalam diri seseorang apabila dengan sebab yang jelas. Namun
hendaknya rasa takut tersebut tidak sampai menyebabkan seseorang
meninggalkan ibadah kepada Allah seperti amar ma’ruf nahi munkar atau
membuatnya melakukan hal-hal yang dilarang.
[2] Takut kepada sesuatu yang samar
sebabnya, seperti berhala ataupun wali dikarenakan khawatir apabila
tidak taat pada mereka maka akan terkena tulah atau bala. Sebagaimana
perkataan kaum Ad kepada nabi Hud ‘alaihis-salaam “Kami hanyalah mengatakan jika sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila padamu…”
(QS. Hud : 54). Mereka berkeyakinan jika sesembahan mereka layak
ditakuti karena dapat menimpakan keburukan. Hal ini termasuk bentuk
syirik.
[3] Takut dalam rangka ibadah. Rasa
takut seperti ini hanya boleh ditujukan kepada Allah, sehingga membuat
seseorang menjadi taat serta menjadikan dirinya menjauh dari maksiat.
Hal ini termasuk perkara paling wajib yang terkandung di dalamnya
keimanan.
Ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala: “…Janganlah kalian takut kepada mereka! Takutlah kepadaku! Jika kalian orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran : 175) Syaikh As-Sa’di rahimahullah
mengatakan, “Janganlah kalian takut kepada orang-orang musyrik
wali-wali syaithon. Karena ubun-ubun mereka berada di tangan Allah.
Mereka tidaklah dapat berbuat melainkan dengan izin Allah. Maka takutlah
kalian kepada Allah yang menolong para wali-wali-Nya yang mempunyai
rasa takut kepada-Nya dan doa mereka terkabul jika meminta. Dalam ayat
ini terdapat kewajiban takut kepada Allah Ta’ala semata. Ini merupakan
konsekuensi keimanan seorang hamba yang akan menghalangi seseorang dari
sesuatu yang haram.” (Taisirul-Karimir-Rahman hal. 140)
Syaikhul Islam rahimahullah
mengatakan : “Seseorang yang sudah tidak takut kepada Allah, maka akan
mengikuti hawa nafsunya. Terlebih lagi jika sesuatu tersebut gagal untuk
diraih. Maka nafsunya akan terus mencari sesuatu yang bisa memuaskan
dirinya dan mengilangkan rasa gundah dan kesedihannya. Hal itu karena
nafsunya tidak merasa tenang dan terpuaskan dengan berdzikir mengingat
Allah dan beribadah kepada-Nya. Akan tetapi ia merasa tenang dengan
hal-hal yang haram dengan berbuat keji, meminum sesuatu yang haram dan
berkata dusta.” (dinukil dari Hushulul Ma’mul hal. 76 – 77)
Tiga pondasi ibadah
Setiap ibadah yang dikerjakan setiap
muslim agar dapat dekat dengan Allah haruslah tegak di atas 3 pondasi
ini, cinta, harap, dan takut. Hal ini selaras dengan apa yang Allah Ta’ala firmankan dalam surah Al-Isra’ 57 (yang artinya) : “Mereka
(para nabi dan orang-orang shaleh yang diseru oleh orang-orang kafir)
juga berharap dengan mencari washilah agar dapat dekat kepada Allah
Ta’alaa, (saling berlomba) mana diantara mereka yang paling dekat
kepada-Nya dan mereka juga mengharap rahmat Allah dan mereka juga takut akan azab Allah. Sungguh adzab tuhanmu memang harus ditakuti.”
Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya, “Cinta, harap dan takut merupakan tiga karakter yang disifatkan oleh Allah Ta’ala
pada diri orang orang shaleh yang dekat dengan-Nya. Tiga hal ini
merupakan pondasi sekaligus substansi pokok dalam segala kebaikan.
Apabila sempurna ketiganya, maka sempurna pula kebaikannya. Apabila tiga
hal ini tidak ada dalam hatinya ketika melaksanakan ibadah, maka
berkurang pula –atau bahkan lenyap- nilai kebaikan darinya dan dia akan
terkurung dengan kejelekan”. (Taisirul-Karimir-Rahman hal.435)
Tiga pondasi tak terpisahkan
Tiga pondasi ini tidak boleh terpisah
satu sama lain. Apabila seseorang melaksanakan ibadah hanya dengan salah
satunya saja, maka ia terjerumus dalam kesesatan dan kejelekan.
Contohnya adalah sebagian golongan yang beribadah dengan berdasar cinta
semata. Padahal tidaklah demikian adanya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sendiri mengajarkan kepada kita doa yang terdapat dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Baqarah: 201), “Robbanaa
aatina fiddunya hasanah, wa fil-aakhirati hasanah, wa qinaa
adzaaban-naar” Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan jagalah kami dari siksa api neraka.
Adapun orang yang memperbesar rasa
harapnya saja dikhawatirkan terjerumus ke dalam pemahaman murji’ah yang
hanya mengandalkan rasa harap saja serta tidak takut akan dosa dan
maksiat. Adapun orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan rasa
takut saja dikhawatirkan terjerumus dalam pemahaman khawarij yang
terlalu memperbesar rasa takut akan siksa Allah tanpa menyertakan
harapan pada tempatnya. Orang yang berpemahaman khawarij cenderung untuk
mengkafirkan pemimpin kaum muslimin. Mereka beranggapan setiap pelaku
dosa besar kekal di neraka seperti orang-orang kafir dan munafiq.
Penutup
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah bahwa ada tiga hal yang menggerakkan hati seseorang untuk menuju Allah ‘azza wa jalla: Cinta, Takut dan Harap. Yang terkuat di antara ketiganya adalah mahabbah (cinta).
Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu
dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di
dunia maupun di akhirat. Berbeda halnya dengan takut. Rasa takut akan
lenyap di akhirat. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan tidak pula mereka bersedih.”
(QS. Yunus: 62) Sedangkan rasa takut yang dimaksud adalah penahan dan
pencegah agar seseorang tidak menyimpang dari jalan kebenaran. Adapun
rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri seorang hamba
untuk tetap berjalan menuju tujuan yang ia cintai. Langkahnya untuk
terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa cinta.
Adapun rasa takut akan membantunya mencegah keluar dari jalan yang
menuju tujuan yang dicintainya, dan rasa harap akan menjadi pemacu
perjalanannya. Ini semua merupakan kaidah yang sangat agung. Setiap
hamba wajib memperhatikan hal itu. Karena tidaklah dapat tercapai tujuan
ibadah tanpa adanya tiga hal tersebut. Setiap orang haruslah menjadi
hamba Allah semata, bukan hamba selain-Nya.” (dinukil dari Hushulul-Ma’mul hal.82-83)
[Abu Abdillah Al-Kautsary*]
* Penulis adalah seorang pegiat dakwah
kampus, menjadi anggota takmir mahasiswa di salah satu masjid di sekitar
UGM, dan aktif mengelola wisma-wisma muslim bagi mahasiswa
sumber:http://buletin.muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/cinta-harap-dan-takut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar